Hai. Sudah lama kita tidak bertemu.
Apa kabar kamu di sana?
Aku harap kau baik-baik saja.
Tapi aku yakin, pasti kau lebih baik dari keadaanku.
Aku diam-diam merindukanmu. Aku masih Anne yang dulu. Anne yang merindukanmu.
Lucu memang. Kau boleh tertawa sepuasmu jika kau membaca ini.
Kau pernah berkata, setiap pertemuan memiliki suatu makna. Dan setiap perpisahan memiliki sebuah latar belakang.
Sampai sekarang, jujur aku masih mencari tau hal itu.
Kita bertemu saat yang tidak baik bagiku, saat itu, aku baru saja patah hati karena mantan kekasihku. Kau datang dengan membawa sejuta harapan baru untukku.
Kau memang bukan tipe lelaki romantis, tapi setiap perbuatanmu itu bisa membuatku luluh seketika.
Kau spesial. Sangat spesial.
Aku yakin kau menyadari itu. Kau menyadari aku ini salah seorang yang benar-benar mengagumimu.
Saat kita bersama, kau selalu mengajariku artinya bersyukur akan hidup ini. Bersyukur dengan apa yang sudah aku miliki di dunia ini.
Kau slalu berkata bahwa masih banyak orang yang tak seberuntung aku. Aku memiliki kedua orang tua yang mencintaiku, aku masih bisa makan makanan yang enak, aku masih bisa bersekolah dan aku masih memiliki kesehatan yang sempurna.
Kau hebat. Kau lelaki terkuat yang pernah ku temui. Kau tidak pernah mengeluh kesakitan.
Sampai sekarang, bayanganmu masih ada di sini. Di dekatku.
Aku tidak tau sampai kapan aku harus seperti ini. Aku masih belum bisa menghapus bayanganmu. Aku masih belum terbiasa tanpa kamu.
Hatiku masih bertanya-tanya mengapa Tuhan mempertemukan kita padahal Ia memisahkan kita juga.
Apa ini adil?
Aku menyayangimu Jo! Aku merindukanmu Jo!
Tapi apa dayaku?
Aku tidak bisa melakukan apa-apa.
Semua ini Tuhan yang siratkan.
Ia yang menciptakan dan Ia juga yang memanggil.
Setiap hari, aku berdoa kepada Tuhan. Aku berharap Ia akan memberikan cinta abadi kepadaku. Aku berharap Ia akan mengirimkan sosok lain yang bisa menyayangiku dan menjadi kepala keluargaku nanti.
Aku kembali teringat ketika kau berjanji akan melamarku di rumah orang tuaku hari itu.
Matamu itu menatapku dalam. Dan aku melihat keseriusan di matamu.
Kedua orang tuaku tersenyum bahagia menerima lamaranmu itu. Mereka tau bahwa kau adalah laki-laki terbaik yang sudah Tuhan kirim untuk menjagaku.
1 Minggu sebelum hari suci kita. Aku sudah membayangkan bagaimana Ayahku mengantarku ke altar dan menyerahkanku kepadamu. Aku sudah membayangkan bagaimana kita mengucapkan janji pernikahan yang kudus di hadapan para jemaat gereja. Aku sudah membayangkan bagaimana kita berjalan perlahan di karpet merah. Semua sudah kubayangkan. Dan semuanya sudah kita persiapkan.
Tapi, Tuhan ternyata berkehendak lain. Tepat di 1 minggu sebelum hari suci itu, penyakitmu kambuh. Dan Tuhan membawamu ke taman FirdausNya. Kau tau apa yang ku rasa?
Hancur berkeping-keping. Kita sudah dijalan yang benar. Satu langkah lagi menuju kebahagiaan. Mengapa hal ini terjadi?
Tuhan tidak adil bagiku. Apa salahku Tuhan? Mengapa Kau mengambilnya secepat itu? Aku membutuhkannya.
Tuhan tau apa yang terbaik untuk kita. Aku selalu mengingat kata-katamu itu.
Tapi tidak semudah itu untukku.
Kedua orang tuaku, sahabatku Sesha. Mereka selalu ada mendukungku. Mereka selalu yakin bahwa aku akan mendapat pengganti yang lebih baik.
Terpuruk sangat lama. Melihat fotomu di kamarku, di layar handphone ku, di layar laptopku. Itu membuatku semakin merindukanmu.
Hingga akhirnya sekarang aku berusaha untuk kembali maju. Menyongsong masa depanku.
Aku akan merangkak sedikit demi sedikit. Aku harus maju. Tidak baik jika aku harus tetap terpuruk karena kehilangan cinta. Karena cinta itu abadi.
Sekarang namamu abadi di hatiku dan di batu nisan ini. Jovanno Eleanor.
Salam manis dariku, Anne Schwan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar